Daya saing negara-negara industri semakin memburuk dan negara berkembang malah meningkat.
Daya saing Indonesia dalam peringkat Global Competitiveness Index
(CGI) pada 2010-2011 mengalami kenaikan tertinggi sebanyak 10 peringkat
di antara negara-negara kelompok G20. Posisi ini menghantarkan
Indonesia pada posisi 44 dari 139 negara.
Kenaikan peringkat daya saing Indonesia paling tinggi di antara
negara G20, mengalahkan Brasil, Rusia, India, dan Afrika Selatan.
Namun, untuk regional Asia Tenggara, posisi daya saing Indonesia ternyata masih kalah dibandingkan empat negara tetangga. Keempat negara itu adalah Singapura yang berada pada posisi ke-3, Malaysia (26), Brunei Darussalam (28), dan Thailand (38).
Tingkat daya saing Indonesia baru bisa mengalahkan negara-negara Asia Tenggara lain seperti Vietnam yang berada pada posisi 59, Filipina (85), Kamboja (109), dan Timor Leste (133).
Berdasarkan laporan World Economic Forum dalam The Global Competitiveness Report 2010-2011 yang diperoleh VIVAnews.com, Kamis, 9 Juni 2011 disebutkan penetapan Singapura sebagai negara dengan daya saing terbaik ketiga di dunia karena negara tersebut merupakan yang terdepan dalam pemberantasan korupsi dan efisiensi pemerintahan.
Singapura juga dianggap berada pada posisi pertama untuk kategori efisiensi bahan baku serta pasar tenaga kerja. Selain itu, bekas negara jajahan Inggris ini dianggap memberikan kepuasan paling besar dalam pasar keuangan kendati berada pada posisi kedua.
Satu faktor lain yang menyebabkan Singapura menjadi negara dengan daya saing terbaik di Asia adalah infrastruktur penunjang kelas dunia yang menempatkannya dalam peringkat kelima dunia. Di negara ini, jalan, pelabuhan, dan bandara memberikan fasilitas terbaik.
Berikut ini, empat peringkat daya saing negara lain di Asia Tenggara beserta alasannya:
Malaysia (Peringkat 26)Negara jiran ini dinilai memiliki pasar keuangan yang terus berkembang dan pasokan bahan baku yang semakin efisien. Terbukti, Malaysia memperoleh peringkat ke-7 dalam urusan pasar keuangan dan posisi 27 dalam efisiensi bahan baku.
Selain itu, Malaysia yang terkenal dengan Menara Petronas-nya ini juga telah mempersiapkan masa depan perekonomian negaranya dengan memberikan kepuasan bisnis lebih baik (posisi 25) dan melahirkan inovasi-inovasi baru (posisi 24).
Walau dengan berbagai pencapaian tersebut, Malaysia hingga kini belum mampu beranjak dari posisi 24. Padahal, negara ini pernah berada pada posisi 17 sebelum 'jatuh' karena masalah kualitas institusi, empat tahun lalu.
Brunei Darussalam (Peringkat 28)Daya saing negara yang kaya sumber alam gas dan minyak ini naik empat peringkat dari sebelumnya 32 menjadi 28. Perekonomian Brunei dianggap sedang melalui proses transisi dari tahap pertama menuju tahap kedua karena ketergantungannya pada minyak dan gas alam.
Brunei juga tercatat meningkatkan pembangunan di sejumlah sektor seperti penguatan institusi, kesehatan dan pendidikan dasar, serta kondisi ekonomi makro.
Kendati seluruh kebutuhan dasar berada dalam posisi baik, Brunei masih menghadapi kendala terutama dalam hal memulai usaha atau bisnis. Sebab, pasar bahan baku Brunei masih jauh dari efisien (posisi 78) dan pasar keuangan masih perlu dikembangkan (posisi 55). Selain itu, tingkat daya saing perlu ditingkatkan dengan sistem pendidikan tinggi (posisi 64).
Thailand (Peringkat 38)Peringkat daya saing Thailand pada posisi 38 tercatat turun dua tingkat dibanding tahun lalu dan 10 tingkat dibandingkan posisi 2006. Penilaian terhadap institusi publik di Thailand dianggap terus memburuk terlihat dari posisi yang terus menurun 30 tingkat selama 4 tahun terakhir menjadi posisi 70. Kondisi itu tidak terlepas dari instabilitas politik dan sosial.
Kendati demikian, Thailand hingga kini masih menikmati keuntungan dari pasar domestik dan ekspor yang cukup besar (posisi 23), sarana infrastruktur transportasi yang baik (posisi 23), efisiensi pasar tenaga kerja (posisi 24), serta pasar bahan baku yang relatif berjalan baik.
Laporan World Economic Forum ini menyarankan Thailand untuk lebih meningkatkan upayanya dalam menambah layanan kesehatan dan sistem pendidikan serta memperluas upaya mengadopsi teknologi baru untuk meningkatkan produktivitas.
Indonesia (Peringkat 44)
Thierry yang juga ekonom World Economic Forum menilai kekuatan Indonesia adalah pertumbuhan ekonomi cepat dan manajemen fiskal yang baik. Akses pendidikan dasar yang merata juga membuat peningkatan kualitas.
World Economic Forum mencatat, kondisi ekonomi makro Indonesia selama krisis meningkat signifikan yaitu naik 17 tingkat ke posisi 35.
Laporan ini juga menyebutkan sejumlah faktor penting dalam beberapa tahun ke depan yaitu efisiensi pasar komoditas akibat kebijakan perpajakan yang kompetitif. Sebagai salah satu dari 20 negara dengan ekonomi terbesar, Indonesia unggul karena populasi penduduk dan pertumbuhan kelas menengah. Indonesia juga unggul karena memiliki pasar besar.
Namun, masalah birokrasi dan hambatan perdagangan masih ada. Kelemahan lain dari Indonesia yang paling mencolok adalah sektor infrastruktur. Kondisi pelabuhan, jalan raya, dan rel kereta api dinilai masih memprihatinkan.
Namun, untuk regional Asia Tenggara, posisi daya saing Indonesia ternyata masih kalah dibandingkan empat negara tetangga. Keempat negara itu adalah Singapura yang berada pada posisi ke-3, Malaysia (26), Brunei Darussalam (28), dan Thailand (38).
Tingkat daya saing Indonesia baru bisa mengalahkan negara-negara Asia Tenggara lain seperti Vietnam yang berada pada posisi 59, Filipina (85), Kamboja (109), dan Timor Leste (133).
Berdasarkan laporan World Economic Forum dalam The Global Competitiveness Report 2010-2011 yang diperoleh VIVAnews.com, Kamis, 9 Juni 2011 disebutkan penetapan Singapura sebagai negara dengan daya saing terbaik ketiga di dunia karena negara tersebut merupakan yang terdepan dalam pemberantasan korupsi dan efisiensi pemerintahan.
Singapura juga dianggap berada pada posisi pertama untuk kategori efisiensi bahan baku serta pasar tenaga kerja. Selain itu, bekas negara jajahan Inggris ini dianggap memberikan kepuasan paling besar dalam pasar keuangan kendati berada pada posisi kedua.
Satu faktor lain yang menyebabkan Singapura menjadi negara dengan daya saing terbaik di Asia adalah infrastruktur penunjang kelas dunia yang menempatkannya dalam peringkat kelima dunia. Di negara ini, jalan, pelabuhan, dan bandara memberikan fasilitas terbaik.
Berikut ini, empat peringkat daya saing negara lain di Asia Tenggara beserta alasannya:
Malaysia (Peringkat 26)Negara jiran ini dinilai memiliki pasar keuangan yang terus berkembang dan pasokan bahan baku yang semakin efisien. Terbukti, Malaysia memperoleh peringkat ke-7 dalam urusan pasar keuangan dan posisi 27 dalam efisiensi bahan baku.
Selain itu, Malaysia yang terkenal dengan Menara Petronas-nya ini juga telah mempersiapkan masa depan perekonomian negaranya dengan memberikan kepuasan bisnis lebih baik (posisi 25) dan melahirkan inovasi-inovasi baru (posisi 24).
Walau dengan berbagai pencapaian tersebut, Malaysia hingga kini belum mampu beranjak dari posisi 24. Padahal, negara ini pernah berada pada posisi 17 sebelum 'jatuh' karena masalah kualitas institusi, empat tahun lalu.
Brunei Darussalam (Peringkat 28)Daya saing negara yang kaya sumber alam gas dan minyak ini naik empat peringkat dari sebelumnya 32 menjadi 28. Perekonomian Brunei dianggap sedang melalui proses transisi dari tahap pertama menuju tahap kedua karena ketergantungannya pada minyak dan gas alam.
Brunei juga tercatat meningkatkan pembangunan di sejumlah sektor seperti penguatan institusi, kesehatan dan pendidikan dasar, serta kondisi ekonomi makro.
Kendati seluruh kebutuhan dasar berada dalam posisi baik, Brunei masih menghadapi kendala terutama dalam hal memulai usaha atau bisnis. Sebab, pasar bahan baku Brunei masih jauh dari efisien (posisi 78) dan pasar keuangan masih perlu dikembangkan (posisi 55). Selain itu, tingkat daya saing perlu ditingkatkan dengan sistem pendidikan tinggi (posisi 64).
Thailand (Peringkat 38)Peringkat daya saing Thailand pada posisi 38 tercatat turun dua tingkat dibanding tahun lalu dan 10 tingkat dibandingkan posisi 2006. Penilaian terhadap institusi publik di Thailand dianggap terus memburuk terlihat dari posisi yang terus menurun 30 tingkat selama 4 tahun terakhir menjadi posisi 70. Kondisi itu tidak terlepas dari instabilitas politik dan sosial.
Kendati demikian, Thailand hingga kini masih menikmati keuntungan dari pasar domestik dan ekspor yang cukup besar (posisi 23), sarana infrastruktur transportasi yang baik (posisi 23), efisiensi pasar tenaga kerja (posisi 24), serta pasar bahan baku yang relatif berjalan baik.
Laporan World Economic Forum ini menyarankan Thailand untuk lebih meningkatkan upayanya dalam menambah layanan kesehatan dan sistem pendidikan serta memperluas upaya mengadopsi teknologi baru untuk meningkatkan produktivitas.
Indonesia (Peringkat 44)
Thierry yang juga ekonom World Economic Forum menilai kekuatan Indonesia adalah pertumbuhan ekonomi cepat dan manajemen fiskal yang baik. Akses pendidikan dasar yang merata juga membuat peningkatan kualitas.
World Economic Forum mencatat, kondisi ekonomi makro Indonesia selama krisis meningkat signifikan yaitu naik 17 tingkat ke posisi 35.
Laporan ini juga menyebutkan sejumlah faktor penting dalam beberapa tahun ke depan yaitu efisiensi pasar komoditas akibat kebijakan perpajakan yang kompetitif. Sebagai salah satu dari 20 negara dengan ekonomi terbesar, Indonesia unggul karena populasi penduduk dan pertumbuhan kelas menengah. Indonesia juga unggul karena memiliki pasar besar.
Namun, masalah birokrasi dan hambatan perdagangan masih ada. Kelemahan lain dari Indonesia yang paling mencolok adalah sektor infrastruktur. Kondisi pelabuhan, jalan raya, dan rel kereta api dinilai masih memprihatinkan.
0 komentar:
Posting Komentar